Priguna Anugerah, seorang dokter anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad), diyakinakan bahwa kariernya akan hancur setelah dia dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan yang dilakukan pada keluarga pasien.
Priguna dilarang selamanya untuk dapat mendaftar lagi dalam program PPDS dan yang terkini, izin Surat Tanda Registrasi (STR)-nya pun akan dicabut.
STR yang diterapkan kepada dokter dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya secara profesional baik itu di klinik ataupun rumah sakit.
Peraturan itu diumumkan oleh Kementerian Kesehatan yang menuntut agar Konsil Kedokteran Indonesia secepatnya mencabut STR Priyoga Anugrah.
Dalam upaya tegas pertama ini, Departemen Kesehatan telah menginstruksikan Dewan Medis Indonesia (DMI) agar dengan cepat menarik Surat Tanda Daftar Profesi (STDP) milik dr PAP," ungkap Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Aji Muhawarman pada pernyataan formal yang kami terima Selasa (8/4/2025) malam berdasarkan laporan tersebut.
Kompas.com.
"Penarikan STR secara otomatis akan mencabut Surat Izin Praktik (SIP) bagi dokter di rumah sakit," jelasnya.
Aji mengungkapkan bahwa tim mereka juga merasa sangat prihatin dan kecewa atas insiden yang dialami oleh keluarga pasien di RSHS.
"Pihak Kementerian Kesehatan mengungkapkan rasa keprihatinan serta penyesalan atas terjadinya insiden dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh PAP," katanya.
Karena tengah menghadapi proses hukum karena tindakannya, status Priguna sebagai mahasiswi dokter residennya di Unpad pada RSHS Bandung pun sudah ditarik kembali.
"Yang bersangkutan saat ini telah diserahkan kembali kepada Unpad dan dihapuskan statusnya sebagai mahasiswa, selain itu juga sedang menjalani proses hukum dari Polda Jawa Barat," jelas Aji.
Leverajaskan Keadaan Ayah dari Pasien Kritis
Priguna Anugerah (31), seorang dokter residensi anastesi dari Program Pendidik Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad), mengancam dan mendesak keluarga pasien dengan mengeksploitasi keadaan krisis medis si pasien.
Pada saat tersebut, orang yang terkena musibah sedang merawat sang bapak yang masuk rumah sakit dan memerlukan tranfusi darah.
Terdakwa, yang juga seorang dokter, beralasan telah mengecek kadar darah di keluarga pasien, FH (21).
Penjahat mendekati korbannya dengan alasan akan melaksanakan pemeriksaan crossmatch, yaitu pengecekan kesesuaian grup darah yang diperlukan untuk tranfusi darah.
Meski ketika dimintai untuk memeriksa darah korban secara terpisah.
Kepala Divisi Reskrimum Polda Jawa Barat, Surawan mengklaim bahwa tersangka pemerkosaan yang bernama Priguna Anugerah (31), telah melakukan tindakan cabul kepada anggota keluarga dari seorang pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Kota Bandung, pada kamar baru tersebut.
Menurut Surawan, hasil visum mengungkapkan bahwa ada sperma yang akan diujicobakan DNA pada organ intim korban dan juga alat kontrasepsinya.
"Pihak yang menjadi korban adalah berumur 21 tahun sementara sang pelaku berusia 31 tahun. Insiden tersebut terjadi pada pukul 17:00 WIB ketika pelaku ingin mendonorkan darah kepada ayah dari korban yang dalam kondisi sangat mengkhawatirkan, lalu dia minta agar putranya sendiri yang melaksanakan proses donor darah itu," jelasnya, Rabu (9/4/2025).
Surawan menerangkan bahwa para korban tidak paham tentang maksud pelaku tetapi mereka diboyong ke sebuah ruanganyang baru di RSHS.
Pelaku mengambil keuntungan dari situasi sulit yang dihadapi oleh ayah sang korban dengan alasan akan melaksanakan transfusi darah.
Bukan hanya itu saja, sang pelaku yang dicurigai pernah mencoba mengakhiri hidupnya sehingga harus dirawat di rumah sakit setelah tindakan kriminalnya ketahuan.
"Penjahat tersebut diamankan di tempat tinggalnya yang ada di Bandung. Ternyata, penjahat itu berencana untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara menusuk nadinya menggunakan tangan," ungkap Surawan.
"Pelakunya diamankan pada tanggal 23 Maret 2025 setelah dilakukan penggerebekan. Sebelum penangkapan, dia mendapatkan perawatan medis terlebih dahulu," jelasnya selanjutnya.
Surawan juga menyebut bahwa keadaan korbannya telah membaik walaupun masih terdapat rasa traumatis yang cukup.
Sampai sekarang, para korban tetap menerima bantuan dari Satuan Layanan Khusus Wanita dan Anak (PPA) Polda Jawa Barat. Penyelesaian kasus di pengadilan terus dilanjutkan dengan dukungan lengkap dari institusi perguruan tinggi serta fasilitas kesehatan yang ada.
Berawal Cek Darah
Saat ini, Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan menyebut bahwa insiden tersebut dimulai ketika tersangka sedang melakukan pemeriksaan darah pada keluarga pasien, yaitu FH (21).
"Pelaku mengharapkan agar korban bernama FH ditarik darahnya serta dibawa oleh tersangka dari area Gawal Darurat Instalasi Rawat Jalan menuju Lt. 7 Gedung MCHC Rumah Sakit Hasan Sadikin. Korban pernah merasa mual akibat larutan yang disuntetkan oleh sang penjahat, kemudian setelah sadar, korban merasakan rasa nyeri di beberapa tempat tubuh," jelasnya.
Hendra mengatakan bahwa pada 18 Maret 2025 kira-kira pukul 01.00 WIB, tersangka menuntut untuk mengambil darah dari korban dan kemudian membawanya dari ruangan IGD menuju gedung MCHC lantai tujuh. Si pelaku juga melarang korban agar tidak disertai oleh saudara kandungnya tersebut.
Setibanya di gedung MCHC, sang terduga mencoba menyuruh korban untuk berganti pakaian menggunakan jubah bedah berwarna hijau serta menuntutnya lepaskan pakaiannya termasuk celana. Selanjutnya, si penyerang menusukan jarum ke lengan kirinya dan kanannya masing-masing sebanyak 15 kali, ungkapnya.
Pelaku lalu memasangkan jarum tersebut pada selang infus dan mencurahkan cairan jernih ke dalam selang infus itu. Setelah beberapa menit, korban mulai merasa pusing sampai akhirnya tidak sadar lagi.
"Sesudah bangun, korban dimintai untuk menukar bajunya sekali lagi. Kemudian, setelah kembali ke ruangan IGD, barulah korban menyadari kalau waktu tersebut adalah pukul 04.00 WIB. Korban menceritakan kepada ibunya bahwa tersangka mencoba mengekstrak darah sebanyak 15 kali dan menusukan larutan jerni ke dalam selang intravena sehingga membuat korban hilang kesadaran, juga pada saat pembuangan urine, korban merasa sakit di area tertentu," terang Hendra.
Pelaku tersebut memiliki alamat di KTP-nya di Pontianak namun kini menetap di Bandung. Sementara itu, korban merupakan penduduk asli Bandung.
"Pihak kami telah mengumpulkan keterangan dari sejumlah saksi dan berencana akan meminta pendapat pakar guna membantu dalam tahap investigasi ini," jelasnya.
Barang bukti yang berhasil disita meliputi dua set lengkap infus, dua pasang sarung tangan, tujuh alat suntik, 12 batang jarum suntik, satu karet gelang, serta berbagai jenis obat-obatan.
Pelakunya saat ini sudah dijadikan tersangka dan menghadapi ancaman hukuman penjara selama 12 tahun.
"Pelaku dijerat Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 mengenai Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan dapat dipenjara selama maksimal 12 tahun," kata Hendra.
Sekilanya, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar, Kombes Surawan, mengungkapkan bahwa sang pelaku sudah diamankan sejak tanggal 23 Maret.
"Sudah diadili sejak tanggal 23 Maret dan telah kami temukan," katanya.
Surawan menyatakan bahwa orang yang diduga bersalah dengan inisial PAP (31) adalah salah satu anggota pelatihan khusus anestesi yang sedang melakukan praktek di rumah sakit itu.
"Jadi, jika menggunakan istilah dari sana, ia tengah mengejar spesialisasi dalam anestesi," terangnya.
Saat yang sama, Direktur Utama RSHS, Rachim Dinata Marsidi, telah membenarkan insiden tersebut dan mengekspresikan ketidaksenangannya.
Dia mengonfirmasi bahwa tersangka telah dikembalikan ke Unpad dan dihapuskan dari program studi.
"Penjahat tersebut sudah melaksanakan tindakan yang sangat serius akibar dari kegiatan kriminal. Oleh sebab itu, kami menegaskan bahwa proses pembelajaran medis dalam bidang keahlian penjahat ini di RSHS akan kami hentikan," katanya.
Kronologi kejadian
PAP melancarkan operasinya di sebuah kamar yang berada di tingkat tujuh dari suatu bangunan di RSHS sekitar pertengahan Maret tahun 2025.
Insiden bermula ketika korbannya, yang tengah menanti pasien di RSHS Bandung, diperintahkan oleh pelaku untuk melaksanakan suatu tindak medis.
Pelakunya yang merupakan seorang mahasiswa semester dua dalam program pendidikan spesialisasi, mendekati korbannya dengan dalih akan melaksanakan pemeriksaan crossmatch atau pengecekan keserasian golongan darah untuk tujuan transfusi pada pasien.
Selama proses itu, tersangka memasukkan zat yang dicurigai berisi obat bius Midazolam ke dalam tubuh korban sehingga membuat korbannya pingsan.
Pada saat tersebut, sang ayah dari pihak korban yang tengah dirawat di RSHS memerlukan pendonor darah.
Saat melaksanakan proses pemeriksaan darah, korban diberikan bius sehingga hilang kesadaran.
Setelah beberapa jam, saat korbannya mulai sadar, dia tidak hanya merasa nyeri di tangan yang pernah dipasangi infus, tapi juga di daerah kelaminnya.
Para korban menjalani pemeriksaan medis dan ditemukan adanya tanda-tanda dari cairan spermatozoa pada area intim mereka.
Kelompok keluarga dari pihak korban langsung menghubungi Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat untuk melaporkan insiden tersebut.
(*/
)
Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News
Perhatikan pula data dan detail tambahan disini
Facebook
,
Instagram
,
Twitter
dan
WA Channel